MESUJI–Pimpinan Majelis Daerah (PMD) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mesuji menggelar Diskusi Publik dengan tema “Pro Kontra Rencana Kepala Daerah Kembali Dipilih oleh DPRD”.
Kegiatan itu diselenggarakan di Kafe Legen yang berada di Desa Gedung Ram, Kecamatan Tanjung Raya pukul 19.30 Wib, Selasa Malam (24/12/2024).
Acara diskusi yang diggagas KAHMI mendapat sambutan hangat dari peserta yang hadir.Acara KAHMI ini juga dihadiri oleh jajaran pengurus dan anggota KAHMI Mesuji, narasumber beserta unsur masyarakat dari berbagai elemen.
Kordinator Presidium KAHMI Mesuji Ardi Umum dalam sambutanya menyampaikan dalam rangka membudayakan wacana akademis mengenai permasalahan yang ada di masyarakat, KAHMI Mesuji menggelar diskusi publik.
“Permasalahan atau isu yang sedang hangat dimasyarakat saat ini yaitu mengenai pemilihan kepala daerah seperti Bupati Walikota dan Gubernur yang akan dikembalikan lagi dipilih oleh DPRD,” ujarnya.
Ardi menilai tema dalam diskusi publik ini menjadi penting untuk dibahas dan dikaji bersama. Jangan sampai, isu yang ada hanya sekedar untuk didengar dan lewat begitu saja.
Kemudian, Ardi berharap setelah digelar acara diskusi ini bisa memberikan wacana yang baik sebagai bentuk kontribusi positif untuk pemerintah.
Setelah menyampaikan sambutannya, Kordinator Presidium KAHMI Mesuji memanggil beberapa narasumber untuk menyampaikan pandangannya terkait tema yang dibahas dalam diskusi tersebut.
Diantaranya ada Najmul Fikri selaku Dewan Pakar KAHMI Mesuji,Junaidi selaku Praktisi Politik dan Mantan Penyelenggara Pemilu.
Selanjutnya ada Erik Munandar selaku Tokoh Pemuda Ketua KNPI dan Anggota DPRD Mesuji serta ada Hariri selaku Praktisi politik, tokoh masyarakat dan Kader Muhammadiyah
Kemudian dalam diskusi publik yang digelar dipandu langsung moderator bernama Emron Tolib selaku anggota KAHMI Mesuji.
Pemateri yang pertama menyampaikan pandangannya dalam kegiatan diskusi publik tersebut ada Junaidi.
Junaidi menyampaikan pemilihan langsung yang dipilih oleh masyarakat ataupun tidak langsung pernah dilalui bangsa Indonesia.
Bahkan kata dia, dalam konteks Kabupaten Mesuji pun sudah pernah dialami.
“Jadi sebenarnya ini bukanlah hal yang baru, pemilihan Wakil Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD pernah kami rasakan, termasuk yang belum lama terjadi ini bagaimana Wakil Bupati Mesuji Haryati Chandralela dipilih oleh DPRD,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan dalam pemilihan langsung ke masyarakat ataupun melalui wakilnya DPRD tetap mengeluh biaya politik yang besar.
Sebab kata dia, dalam pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh anggota DPRD faktanya tetap terjadi transaksional politik.
Narasumber berikutnya Najmul Fikri menyampaikan pandangannya jika melihat dari prespektif sejarah pemilihan kepala daerah pernah dipilih oleh DPRD.
“Tapi yang harus digaris bawahi adalah demokrasi itu hanya alat, tujuan adalah memilih pemimpin untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkapannya.
Kiki menyampaikan jika dilihat dari UUD, Pilpres dan Pilkada itu berbeda.
Dalam UUD, presiden dipilih langsung oleh masyarakat sedangkan Pilkada dilakukan secara demokrasi.
“Jadi untuk Pilpres sudah selesai tidak ada perdebatan, tetapi mengenai Pilkada ini perlu ditinjau lebih lanjut. Sebab jika dilakukan secara demokrasi artinya bisa juga dipilih oleh perwakilan rakyat yaitu anggota DPRD,” jelasnya.
Namun, ia beranggapan untuk menciptakan demokrasi yang berkualitas masyarakat harus dicerdaskan terlebih dahulu.
Sebab kata dia, masyarakat yang cerdas akan menciptakan pemimpin yang berkualitas.
“Peradaban masyarakat di negara berkembang tentunya berbeda dengan masyarakat yang sudah maju, mereka memilih tidak karena uang sebab masyarakat sudah cerdas dan berintegritas dan tidak mudah untuk dibodohi dengan janji-janji yang tidak masuk akal,” paparnya.
Untuk mewujudkan itu semua pihaknya menyarankan kepada Partai Politik (Parpol) supaya bisa memberikan pembelajaran untuk mencerdaskan masyarakat dan kadernya melalui pendidikan politik.
Disisi lainnya, Hariri menyampaikan munculnya wacana Kepala Daerah dipilih oleh DPRD karena biaya Pilkada sangat besar.
“Dan sebenarnya biaya politik pemilihan langsung atau melalui DPRD juga mengeluarkan biaya yang cukup besar,” ucapnya.
“Tetapi kalau saya menilainya pemilihan tetap dipilih langsung oleh rakyat,” sambungnya.
Hanya saja bagaimana format demokrasi harus sudah tersusun dengan baik dan aturan bisa diperbaiki untuk meminimalisir segala kemungkinan kecurangan politik.
Terakhir, Erik Munandar menuturkan sebagai Calon Kepala Daerah yang dibangun secara struktural tentunya membutuhkan waktu yang panjang karena melalui proses pengkaderan dari bawah.
Tepati masih ada pekerjaan rumah bagaimana Calon Kepala Daerah ini harus memiliki operasional untuk menggerakkan mesin politik dalam pemenangan di Pilkada.
Sedangkan jika Calon Kepala Daerah sudah memiliki modal ekonomi yang baik tentunya menjadi keuntungan tersendiri bagi lembaga partai untuk menggerakkan mesin politik dalam pemenangan di Pilkada.
“Tetapi sebenarnya dalam pemilihan secara langsung ini bisa efektif dan efisien jika kita menggunakan pendekatan yang baik dan itu sebenarnya saya terapkan waktu Pileg kemarin,” ungkapnya.
“Melalui pendekatan yang baik kepada masyarakat kita sebenarnya tidak perlu menggunakan politik uang, tetapi konsekuensinya dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan,” jelasnya.
Sedangkan untuk wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD menurutnya menjadi sebuah pilihan yang dilematis.
Meskipun kata dia, kepala daerah yang dipilih oleh anggota DPRD bisa saja memangkas biaya politik yang dikeluarkan.
Namun ia juga tidak dapat memastikan jika kepala daerah yang dipilih oleh anggota DPRD tidak mengeluarkan biaya yang sedikit.
Sebab, ungkapnya pemilihan kepala daerah yang transaksional sudah menjadi rahasia umum.
“Tetapi sebenarnya jika kepala daerah ini dipilih oleh DPRD tentu pengawasan bisa lebih mudah, bagaimana KPK ini cukup memantau 30 anggota DPRD Mesuji saja jika terjadi praktik yang menciderai proses demokrasi, jadi tinggal OTT saja,” paparnya.
Diskusi itupun terus berlanjut hingga sesi tanya jawab dan setidaknya ada empat penanya dalam diskusi publik yang telah berlangsung.
Lebih lanjut di penghujung acara, Kordinator Presidium KAHMI Mesuji pun menutup diskusi publik tersebut.
Ia pun berharap diskusi yang saat ini tengah berlangsung terus dibudayakan.
“Kami berharapnya kegiatan ini terus dilanjutkan dan dibudayakan bukan hanya bagi organisasi KAHMI tetapi bagi seluruh organisasi lainya yang ada di Mesuji sehingga bisa memberikan sumbangsih pemikiran bagi bangsa Indonesia,” pungkasnya. (*)